Bersama dengan beberapa grup musik tradisional lainnya,
Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Padangdangan juga ikut hibur warga Pasongsongan
dengan musik tongtong, Kamis (21/04/2023) usai shalat tarawih.
Arak-arakan kereta musik tongtong yang berjalan di
sepanjang jalan raya Pasongsongan itu, menurut Hermanto, biasa digelar di penghujung
bulan Ramdhan atau jelang malam hari raya Idul Fitri.
“Pagelaran semacam ini sudah biasa kami lakukan.
Bahkan tidak hanya di daerah kami sendiri, juga di luar Pasongsongan,” ungkapnya saat ditemui bintangsembilannews.com.
Sebagai ranting yang eksistensinya telah diakui dalam
mewadahi kesenian tradisional tersebut, Ketua PRNU Padangdangan itu seakan
memperjelas bahwa islam pada substansinya tidak menjaga jarak dengan musik,
apalagi mengharamkannya.
“Tidak ada unsur dalam musik yang bisa diharamkan. Baik
itu dari nada yang tercipta hingga dari apa alat musik itu dibuat,” tandasnya.
Untuk itu, di tengah gempuran musik kontemporer yang
menyesaki layar handphone dan televisi, pria yang akrab disapa Ca’ Herma
berharap agar musik tongtong yang menjadi khazanah budaya Indonesia tetap dijaga.
“Jujur saja, nasib kesenian tradional saat ini di
ujung tanduk. Kerana itulah, sebagai warga nahdliyin, kita juga bertanggung
jawab menghidupkan dan menjaga kebudayaan bangsa kita ini,” tegasnya.
Diterangkan pula, Kacong Nuja yang merupakan grup
musik tongtong rintisan Ranting NU Padangdangan, lanjut Ca’ Herma, tidak lepas dari
semangat pemuda setempat yang menginginkan adanya wadah yang mampu mengayomi
mereka.
“Dari pada mereka dimanfaatkan oleh pihak lain di luar
kita, akhirnya kami berinisiatif mendirikan Kacong Nuja sebagai wadah bagi
mereka untuk berkreasi,” pungkasnya.
Pewarta: Hamdan
Editor: Siti Sofiyah
Dokumen: MWCNU Pasongsongan
0 Komentar