Berbeda dari yang lain, ternyata Lesbumi NU Pasongsongan memiliki cara tersendiri untuk merefleksikan hari lahirnya (harlah) NU sebagaimana pembacaan macapat yang dipentaskan pada Sabtu (05/02/2022) malam di kediaman Kiai Atoul Hasan, Dusun Benteng Selatan, Desa Panaongan.
Selain dihadiri Pengurus Harian Tanfidziah MWCNU Pasongsongan dan warga setempat, acara juga dimeriahkan oleh hadirnya seniman macapat se-Kecamatan Pasongsongan.
Ketua MWCNU Pasongsongan, K Ahmad Riyadi yang juga hadir dikesempatan tersebut mengingatkan tentang tantangan yang dihadapi warga nahdliyin menyongsong Satu Abad NU atau An-Nahdlah Ats-Tsaniyah.
“Karena itu, selain memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM), kita juga dituntut untuk mempertahankan tradisi lokal sebagaimana yang kita lakukan malam ini,” katanya.
Sementara itu, pembacaan macapat yang dilangsungkan setelah tahlil kepada para muassis terasa mampu hadirkan suana sakral. Lebih-lebih, ketika sejarah lahirnya NU yang dilantunkan dengan tembang sinom dan langgam langen itu terdengar jelas melului pengeras suara. Dengan begitu, warga seakan-akan tidak sekadar diajak mengerti tentang NU, melainkan juga diajak agar mampu menghayati perjuangan para muassis NU yang berdarah-darah.
“Kami bukanlah pakar atau akademisi yang pandai mengolah kata, namun kami adalah seniman yang hanya bisa mengolah rasa. Mudah-mudahan, melalui tembang macapat ini, perjuangan Muassis NU tidak hanya sedakar dimengerti, melainkan juga benar-benar dihayati,” kata Ahmad Jasimul Ahyak kepada bintangsembilan.com.
Karena itu, penting bagi Ketua Lesbumi NU Pasongsongan tersebut memasukkan unsur-unsur ke-NU-an dalam macapat dengan tembang yang juga menarik.
“Tanpa mengurangi estetika dalam menembang, unsur-unsur ke-NU-an dalam macapat harus ada. Apalagi, kelompok macapatnya dalam naungan Lesbumi ini,” pungkasnya.
Pewarta: Totok
0 Komentar