Dalam kajian rutin yang dipusatkan di Kantor MWCNU Pasongsongan pada Ahad (13/06/21) malam, Ahmad Kusyari yang hadir sebagai pemateri mengatakan, mitos di era virtual tidak lagi mempersoalkan folklor yang menyajikan kisah masa lampau dengan segala keanihan dan keunikannya.
“Di era virtual, mitos merukan suatu sistem komunikasi yang mengandung pesan dengan fungsi ganda, yaitu menunjukkan dan memaksa, sekalipun secara samar. Tak heran, jika di era digital ini, kita hanya menjadi produsen, agen, dan konsumen dari suatu wacana,” katanya.
Mengutip Jean Baudrillard, alumni Pondok Pesantren Lirboyo itu menjelaskan, mitos yang ditopan oleh kemajuan teknologi informasi ternyata semakin mengaburkan sebuah kebenaran dan realitas yang sesungguhnya.
“Menemukan fakta di era digital seperti mencari seekor semut di samudra yang luas. Tidak ada yang namanya kebenaran, melainkan manipulasi. Tidak ada kepercayaan, melainkan perdayaan. Tidak ada realitas, melainkan fatamorgana,” tandasnya.
Oleh karena itu, dirinya yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Takmir Masjid (LTM) MWCNU Pasongsongan berharap agar masyarakat berhati-hati dan lebih jeli menyerap berbagai informasi atau tontonan di berbagai media, baik di layar handphone (Hp) atau telivisi.
“Tidak sedikit penceramah di youtube atau telivisi yang bersembunyi di balik penampilan, fasihnya membaca hadist dan ayat-ayat suci Alquran, namun mereka menebar kebencian,” ujarnya.
Lain halnya pandangan Ahmad Riyadi yang saat itu sebagai pembanding dari tulisan “Mitos di Era Virtual” oleh Ahmad Kusyari yang dimuat di www.bintang sembilannews.com (edisi 03/06/21).
Dirinya melihat, wacana yang dikemukakan Ahmad Kusyari telah mereduksi mitos dalam faktor kesejarahannya. Padahal, ketua MWCNU Pasongsongan tersebut menilai bahwa tidak semua informasi atau totonan yang dissajikan media itu mengandung sesuatu kepalsuan atau realitas yang semu.
“Berbagai informasi atau totonan yang ditampilkan di dunia maya, tidak sesalu menyajikan realitas yang semu. Masih banyak nilai kebenaran yang bisa kita ambil dari apa yang disajikannya,” katanya.
Meskipun dalam diskusi tersebut terjadi silang pendapat, namun acara yang dipandu oleh mantan presenter berita, Ra Hermanto, berjalan santai dan meneduhkan. Lebih-lebih, acara ditutup dengan pembacaan tahlil yang ditujukan kepada KH Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
Pewarta: Atoul Hasan
0 Komentar