Sumber ilustrasi: doc/g |
Sakti
Keras menyentak
Urat-urat tercerabut
Dari ubun- ubun dan dada sendiri
Katamu "aku sakti...!"
Heningkan waktuku setidaknya
Untuk saat ini
Lagu yang didengungkan otakmu kini mewujud kehampaan
Tapi terus saja kau teriak "aku sakti!"
Bungamu kini dijajah kemarau
Akarmu nanti ditunggu badai
Masamu kini dipaksakan
Akhirmu nanti dipersoalkan
Dihadapan-Nya yang Maha Sakti
Angin dan warna-warna
Permainan belaka
Berkibar hari ini
Dicatat berabad-abad lamanya
Atau dilupakan tersia-sia
Adakah yang memuja?
Siapa yang memuja?
Pada jiwa terikat, lekat
Nyanyian, sorak gempita
Pengawalnya
Tak sedikit pun terpikir
Akan mengganti warna
Ini bendera kita
Bukan milik mereka
Lalu sejuta bendera membelai angkasa
Dunia pun berwarna-warna
Jika satu rubuh, yang lain menggantinya
Sedangkan wajah-wajah pemuja terus tengadah
Setitik di batin terpikir
Ini bendera kita
Bukan milik mereka
September, 2014
Percakapan
Kau datang, membawa oleh-oleh
Sebuah harapan
Ku katakan, simpan saja
Kau segera pergi, tanpa menoleh
Meninggalkan catatan
"Ambillah dariku
Jangan biarkan terbengkalai
Di beranda kehidupan"
September 2014
Sajak
Akhirnya mesti kutuliskan lagi
Setelah lama menggumpal dalam dada
Karena begitu dalam ia menghiba
Akhirnya mesti kulukiskan lagi
Sekian masa menjuntai di mata
Karena begitu manja ia bercanda
Demikian mesti kuluapkan pula
Sajak demi sajak dari mata air jiwa
Agar hasrat ini mengalir tiba di muara
September, 2014
---------------
*Zainal Purwanto adalah penyair.
Wakil Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) MWC NU Pasongsongan. Penyair juga bergiat di Lesehan Sastra Lesbumi NU Pasongsongan.
Wakil Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) MWC NU Pasongsongan.
0 Komentar