Isak Tangis Bahasa Cinta
puisiku bernyawa, berbahasa lebih banyak dari segala yang ada di kepala, bisa menghadirkan senja, rindu, malam, gelap, subuh, cinta dan kamu dalam lembar-lembar, yang mencintai isak tangis paling panjang pun, yang menjelma rumah, ketika dunia tidak punya sisa tempat persinggahan.
Rindu
Rindu
sore ini senja tampak sejuk
angin-angin yang menyapu helai rambutku tak terasa dingin
kopi pahit yang kuseruput sedikit demi sedikit mampu kuhabiskan,
dan jejak kakimu telah memasuki pulau.
Hanya pada senja kukatakan.....
pulanglah lebih cepat petang ini,
kekasih hati sedang menujuku,
aku tak ingin kau mengalihkan pandangannya nanti,
kali ini biarlah malam yang pertemukan kami
dengan bulan dan bintang-bintang mahkotaiku.
Mimpi dalam Selimut
angin-angin yang menyapu helai rambutku tak terasa dingin
kopi pahit yang kuseruput sedikit demi sedikit mampu kuhabiskan,
dan jejak kakimu telah memasuki pulau.
Hanya pada senja kukatakan.....
pulanglah lebih cepat petang ini,
kekasih hati sedang menujuku,
aku tak ingin kau mengalihkan pandangannya nanti,
kali ini biarlah malam yang pertemukan kami
dengan bulan dan bintang-bintang mahkotaiku.
Mimpi dalam Selimut
Sebelum jiwaku tergeletak di atas bunga tidur
Sebelum seribu rindu menembus balut selimut
Aku dari kejauhan mengirim kecup
Tanpa sendu
Tanpa pilu.
Rindu Bersama Secangkir Kopi
Sebelum seribu rindu menembus balut selimut
Aku dari kejauhan mengirim kecup
Tanpa sendu
Tanpa pilu.
Rindu Bersama Secangkir Kopi
Aku sedang tidak berkhianat
Hanya sedang ingin
Menikmati kopi..
Tak perlu cold brew
Cukup kopi hitam dengan gula jawa
Ya...
Sesederhana itu dan itu cukup
Untuk melarung rasa
Bersama secangkir kopi
Lalu berselancar
Dalam gulungan ombak puisi.
Elegi Dua Hati
Hanya sedang ingin
Menikmati kopi..
Tak perlu cold brew
Cukup kopi hitam dengan gula jawa
Ya...
Sesederhana itu dan itu cukup
Untuk melarung rasa
Bersama secangkir kopi
Lalu berselancar
Dalam gulungan ombak puisi.
Elegi Dua Hati
Hatiku gundah mengering tiada batas
Terkadang sepanjang malam
Bersandar di pembaringan
Aku kesepian....
Kesepianku adalah bintang yang merindukan bulan
Dalam diam kupanggil namamu
Bersama gelombang hanyutkan perasaanku
Tak peduli kau dengar atau tidak
Aku hanya ingin menyebut namamu
Ketika aku tak lagi dapat memasung rindu
Cintaku tetap bergemuruh
Diantara dinding terjal yang tak akan rapuh
Semoga paduan cinta menjadi satu jiwa satu rasa
Terbungkus oleh sinar kasih asmara
Aku
Terkadang sepanjang malam
Bersandar di pembaringan
Aku kesepian....
Kesepianku adalah bintang yang merindukan bulan
Dalam diam kupanggil namamu
Bersama gelombang hanyutkan perasaanku
Tak peduli kau dengar atau tidak
Aku hanya ingin menyebut namamu
Ketika aku tak lagi dapat memasung rindu
Cintaku tetap bergemuruh
Diantara dinding terjal yang tak akan rapuh
Semoga paduan cinta menjadi satu jiwa satu rasa
Terbungkus oleh sinar kasih asmara
Aku
Aku...
adalah puisi yang kau tanam
dan tak kunjung ditulis
Aku...
Bahkan sudah berakhir di ujung jari
Yang tidak mau kau bagi-bagi
Aku...
Menjadikan diriku rumah bagimu
Tempat untuk pulang dengan segala yang kau dapat
Maupun yang hilang
Aku...
Hawa yang dihadiahkan
Untuk menggenggam jiwa dan hasrat
Dengan buah terlarang sebagai syarat
Aku...
Adalah pagi yang dingin
Membangunkanmu, memeluk dari celah jendela kaca
Yang tidak tertutup kain renda ungu
Aku...
Sebuah cerita yang berawal manis
Ditegukan ampas ke serat-serat selanjutnya
Aku...
Adalah waktu
Dimana subuh yang begitu sepi...
Hening di kepala dan di dadamu
Aku....
Runtuhan bintang yang mengubur senja
Kejam...
Menggantikannya bulan
Yang tubuhnya tak selalu tampil utuh
Aku....
Tak selalu ada di hari-harimu
Tapi memiliki ruang
Ingatan
Kenangan
Angan
Dalam hidup yang kau bangun
Aku....
Adalah tembang kasmaran
Yang selalu menggenggam tangan
Bersam lukisan mimpi-mimpi sederhana
Yang kau simpan dalam bait puisi
Aku adalah aku
Aku adalah dia
Di adalah aku
Bukan dua dan bukan satu
Tapi aku tetap mengingatmu sepanjang waktu
adalah puisi yang kau tanam
dan tak kunjung ditulis
Aku...
Bahkan sudah berakhir di ujung jari
Yang tidak mau kau bagi-bagi
Aku...
Menjadikan diriku rumah bagimu
Tempat untuk pulang dengan segala yang kau dapat
Maupun yang hilang
Aku...
Hawa yang dihadiahkan
Untuk menggenggam jiwa dan hasrat
Dengan buah terlarang sebagai syarat
Aku...
Adalah pagi yang dingin
Membangunkanmu, memeluk dari celah jendela kaca
Yang tidak tertutup kain renda ungu
Aku...
Sebuah cerita yang berawal manis
Ditegukan ampas ke serat-serat selanjutnya
Aku...
Adalah waktu
Dimana subuh yang begitu sepi...
Hening di kepala dan di dadamu
Aku....
Runtuhan bintang yang mengubur senja
Kejam...
Menggantikannya bulan
Yang tubuhnya tak selalu tampil utuh
Aku....
Tak selalu ada di hari-harimu
Tapi memiliki ruang
Ingatan
Kenangan
Angan
Dalam hidup yang kau bangun
Aku....
Adalah tembang kasmaran
Yang selalu menggenggam tangan
Bersam lukisan mimpi-mimpi sederhana
Yang kau simpan dalam bait puisi
Aku adalah aku
Aku adalah dia
Di adalah aku
Bukan dua dan bukan satu
Tapi aku tetap mengingatmu sepanjang waktu
--------------
*Penulis adalah Novelis, Penyair dan Cerpenis. Lahir di Pasongsongan, Sumenep.
Tulisannya sudah dimuat diberbagai media online. Selain menulis sastra, dia juga menggeluti seni rupa.
Tulisannya sudah dimuat diberbagai media online. Selain menulis sastra, dia juga menggeluti seni rupa.
0 Komentar